Asas-Asas Dalam Hukum Perdata, Hukum Dagang, Hukum Adat, dan Hukum Islam
ASAS–ASAS DALAM HUKUM PERDATA, HUKUM DAGANG, HUKUM ADAT, DAN HUKUM ISLAM
A. Asas–Asas Hukum Perdata
Hukum perdata adalah aturan–aturan hukum yang mengatur tingkah laku setiap orang terhadap orang lain yang berkaitan dengan hak dan kewajiban yang timbul dalam pergaulan masyarakat maupun keluarga.
Hukum perdata dibagi 2, yaitu:
· Hukum Perdata Materil, yaitu mengatur kepentingan – kepentingan perdata setiap subjek hukum ( substansi hukum ).
· Hukum Perdata Formil, yaitu mengatur bagaimana cara seseorang mempertahankan haknya apabila dilanggar oleh orang lain.
Sistimatika Hukum Perdata dibagi menjadi beberapa bagian, dalam beberapa bagian Buku, yaitu :
1. Buku 1, Tentang Orang
2. Buku 2, Tentang Benda
3. Buku 3, Tentang Perikatan
4. Buku 4, Tentang Pembuktian dan Daluwarsa
Hukum perdata menurut ilmu pengetahuan lazimnya dibagi dalam 4 bagian yaitu:
1. Hukum perorangan/badan pribadi ( personenrecht ), mengatur antara lain:
· Orang sebagai subjek hukum
· Orang dalam kecakapannya untuk memiliki hak – hak dan bertindak sendiri untuk melaksanakan haknya itu.
2. Hukum keluarga (f amilirecht ), memuat peraturan – peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum yang timbul karena hubungan keluarga / kekeluargaan seperti perkawinan, perceraian, hubungan orang tua dan anak, perwalian, curatele, dan sebagainya.
3. Hukum harta kekayaan(vermogenrecht ), memuat peraturan – peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum seseorang dalam lapangan harta kekayaan seperti perjanjian, milik, gadai dan sebagainya.
4. Hukum waris( erfrecht ), memuat peraturan – peraturan hukum yang mengatur tentang benda atau harta kekayaan seseorang yang telah meninggal dunia. Dengan kata lain hukum waris adalah hukum yang mengatur peralihan benda dari orang yang meninggal dunia kepada orang yang masih hidup ( ahli warisnya ).
B. Asas–Asas Hukum Dagang
Perdagangan atau Perniagaan pada umumnya adalah pekeerjaan membeli barang dari suatu tempat dan suatu waktu dan menjual barang tersebut di tempat dan waktu lainnya untuk memperolehkeuntungan. Hukum dagang adalah hukum yang mengatur soal-soal perdagangan, yang timbul karena tingkah laku manusia dalam perdagangan.
Sumber hukum dagang yaitu:
1. Sumber hukum tertulis yang telah dikodifikasi: · Kitab Undang – Undang Hukum Dagang
KUHD yang mulai berlaku di Indoneia pada 1 Mei 1848 terbagi atas dua kitab dan 23 bab. Di dalam KUHD jelas tercantum bahwa implementasi dan pengkhususan dari cabang-cabang hukum dagang bersumber pada Kitab Undang-undang Hukum Dagang Isi pokok daripada KUHD Indonesia adalah: · Kitab pertama berjudul Tentang Dagang Umumnya, yang memuat 10 bab. · Kitab kedua berjudul Tentang Hak-hak dan Kewajiban-kewajiban yang Terbit dari Pelayaran, terdiri dari 13 bab.
· Kitab Undang – Undang Hukum Perdata
Ketentuan KUHPerdata yang secara nyata menjadi sumber hukum dagang adalah Buku III tentang perikatan. Hal itu dapat dimengerti, karena sebagaimana dikatakan H.M.N Purwosutjipto bahwa hukum dagang adalah hukum yang timbul dalam lingkup perusahaan. Selain Buku III tersebut, beberapa bagian dari Buku II KUHPerdata tentang Benda juga merupakan sumber hukum dagang, misalnya Titel XXI mengenai Hipotik.
2. Sumber hukum tertulis yang belum dikodifikasi:
· Peraturan Perdagangan di Luar KUHD, diantaranya adalah sebagai berikut:
- UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan terbatas
- UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
- UU No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan
C. Asas – Asas Hukum Adat
Istilah Hukum Adat merupakan terjemahan dari istilah Belanda “Adat Recht”, yang pertama sekali dikemukakan oleh Snouck Hurgronje yang kemudian dipakai dalam bukunya “De Atjehers” (orang-orang Aceh). Istilah Adat-Recht ini kemudian dipakai pula oleh van Vollenhoven yang menulis buku pokok tentang Hukum Adat yaitu “Het Adat-Recht van Nederlandsch Indie” (Hukum Adat Hindia-Belanda).
1. Pengertian Hukum Adat
Dalam arti sempit sehari-hari yang dinamakan Hukum Adat ialah: Hukum asli yang tidak tertulis yang memberi pedoman kepada sebagian besar orang Indonesia dalam kehidupan sehari-hari, dalam hubungan antara satu dengan lainnya baik di desa maupun di kota.
Van Vollenhoven berpendapat, Hukum Adat adalah keseluruhan aturan tingkah laku positif yang di satu pihak mempunyai sanksi (oleh karena itu: “Hukum”) dan di pihak lain dalam keadaan tidak dikodifikasikan (oleh karena itu “Adat”).
Sedangkan menurut Prof. Hazairin Di dalam pidato inagurasinya yang berjudul: “Kesusilaan dan Hukum” berpendapat bahwa seluruh lapangan hukum mempunyai hubungan dengan kesusilaan, langsung ataupun tidak langsung. Dengan demikian maka dalam sistem hukum yang sempurna tidak ada tempat bagi sesuatu yang tidak selaras atau yang bertentangan dengan kesusilaan. Demikianlah juga dengan hukum adat; teristimewa di sini dijumpai perhubungan dan persesuaian yang langsung antara hukum dan kesusilaan; pada akhirnya antara hukum dan adat yaitu sedemikian langsungnya sehingga istilah buatan yang disebut “Hukum Adat” itu tidak dibutuhkan oleh Rakyat biasa yang memahamkan menurut halnya sebutan “Adat” itu atau dalam artinya sebagai (Adat) sopan-santun atau dalam artinya sebagai hukum. Selanjutnya Hazairin dalam masyarakat, yaitu bahwa: kaidah-kaidah Adat itu berupa kaidah-kaidah kesusilaan yang kebenarannya telah mendapat pengakuan umum dalam masyarakat itu. Meskipun ada perbedaan sifat atau perbedaan corak antara kaidah-kaidah kesusilaan dan kaidah-kaidah hukum itu, namun bentuk-bentuk perbuatan yang menurut hukum dilarang atau disuruh itu adalah menurut kesusilaan bentuk-bentuk yang dicela atau dianjurkan juga, sehingga pada hakikinya dalam patokan lapangan itu juga hukum itu berurat pada kesusilaan. Apa yang tidak dapat terpelihara lagi hanya oleh kaidah-kaidah kesusilaan, diikhtiarkan pemeliharaannya dengan kaidah-kaidah hukum.
Yang dimaksud dengan kaidah hukum ialah kaidah yang tidak hanya didasarkan kepada kebebasan pribadi tetapi serentak mengekang pula kebebasan itu dengan suatu gertakan, suatu ancaman paksaan yang dapat dinamakan ancaman hukum atau penguat hukum. Uraian Hazairin ini memberi kesan kepada kita akan suatu pandangan yang agak lain dari biasa.
Di sini Hazairin menghilangkan suatu garis atau batas yang tegas antara hukum di pihak yang satu dengan kesusilaan (kebiasaan, kelaziman, “zede” dan sebagainya) di pihak lain. Hazairin melihat antara hukum (hukum adat) dan kesusilaan tidak ada suatu perbedaan hakiki. Dapat dikatakan bahwa segala macam hukum yang ada, yaitu segala macam peraturan dalam hidup kemasyarakatan yang mendapat pengakuan umum dalam masyarakat itu bersumber kepada kesusilaan. Kaidah kesusilaan termasuk kaidah Adat dibaiarkan pemeliharaannya kepada kebebasan pribadi yang dibatasi dengan dan dijuruskan kepada suatu ancaman paksaan, yaitu: hukuman, pidana, penguat hukum.
Faham Hazairin tentang Hukum Adat disesuaikan dengan faham rakyat, yaitu baik dalam arti (adat) sopan-santun maupun dalam arti hukum.
2. Sumber Hukum Adat
Para sarjana berpendapat bahwa sumber hukum adat adalah :
· Adat kebiasaan
· Yurisprudensi
· Norma – norma Hukum Islam yang telah meresap ke dalam adat istiadat masyarakat Indonesia
· Kitab – Kitab Hukum Adat
· Buku – buku standar tentang hukum adat
· Pendapat ahli hukum adat
3. Asas – Asas Pokok dalam Hukum Adat
· Asas Religio Magis (Magisch-Religieus)
Asas religio magis adalah pembulatan atau perpaduan kata yang mengandung unsur beberapa sifat atau cara berpikir seperti prelogika, animisme, pantangan, ilmu gaib dan lain-lain.
Bushar Muhammmad tentang pengertian religio-magis mengemukakan kata “participerend cosmisch” yang mengandung pengertian komplek. Orang Indonesia pada dasarnya berpikir, merasa dan bertindak didorong oleh kepercayaan (religi) kepada tenaga-tenaga gaib (magis) yang mengisi, menghuni seluruh alam semesta (dunia kosmos) dan yang terdapat pada orang, binatang, tumbuh-tubuhan besar dan kecil, benda-benda; dan semua tenaga itu membawa seluruh alam semesta dalam suatu keadaan keseimbangan. Tiap tenaga gaib itu merupakan bagian dari kosmos, dari keseluruhan hidup jasmaniah dan rokhaniah, “participatie”, dan keseimbangan itulah yang senantiasa harus ada dan terjaga, dan apabila terganggu harus dipulihkan. Memulihkan keadaan keseimbangan itu berujud dalam beberapa upacara, pantangan atau ritus (rites de passage).
· Asas Komun (Commun)
Asas Komun berarti mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan diri sendiri. Asas korum merupakan segi atau corak yang khas dari suatu masyarakat yang masih hidup sangat terpencil atau dalam hidupnya sehari-hari masih sangat tergantung kepada tanah atau alam pada umumnya. Dalam masyarakat semacam itu selalu terdapat sifat yang lebih mementingkan keseluruhan; lebih diutamakan kepentingan umum daripada kepentingan individual. Dalam masyarakat semacam itu individualitas terdesak ke belakang. Masyarakat, desa, dusun yang senantiasa memegang peranan yang menentukan, yang pertimbangan dan putusannya tidak boleh dan tidak dapat disia-siakan. Keputusan Desa adalah berat, berlaku terus dan dalam keadaan apapun juga harus dipatuhi dengan hormat, dengan khidmat.
· Asas Contant (Tunai)
Asas contant atau tunai mengandung pengertian bahwa dengan suatu perbuatan nyata, suatu perbuatan simbolis atau suatu pengucapan, tindakan hukum yang dimaksud telah selesai seketika itu juga, dengan serentak bersamaan waktunya tatkala berbuat atau mengucapkan yang diharuskan oleh Adat. Dengan demikian dalam Hukum Adat segala sesuatu yang terjadi sebelum dan sesudah timbang terima secara contan itu adalah di luar akibat-akibat hukum dan memang tidak tersangkut patu atau tidak bersebab akibat menurut hukum. Perbuatan hukum yang dimaksud yang telah selesai seketika itu juga adalah suatu perbuatan hukum yang dalam arti yuridis berdiri sendiri. Dalam arti urutan kenyataan-kenyataan, tindakan-tindakan sebelum dan sesudah perbuatan yang bersifat contan itu mempunyai arti logis satu sama lain. Contoh yang tepat dalam Hukum Adat tentang suatu perbuatan yang contant adalah: jual-beli lepas, perkawinan jujur, melepaskan hak atas tanah, adopsi dan lain-lain.
· Asas Konkrit ( Visual )
Pada umumnya dalam masyarakat Indonesia kalau melakukan perbuatan hukum itu selalu konkrit (nyata); misalnya dalam perjanjian jual-beli, si pembeli menyerahkan uang/uang panjer.
Di dalam alam berpikir yang tertentu senantiasa dicoba dan diusahakan supaya hal-hal yang dimaksudkan, diinginkan, dikehendaki atau akan dikerjakan ditransformasikan atau diberi ujud suatu benda, diberi tanda yang kelihatan, baik langsung maupun hanya menyerupai obyek yang dikehendaki (simbol, benda yang magis).
Contoh: Panjer dalam maksud akan melakukan perjanjian jual beli atau memindahkan hak atas tanah; peningset (panyangcang) dalam pertunangan atau akan melakukan perkawinan; membalas dendam terhadap seseorang dengan membuat patung, boneka atau barang lain, lalu barang itu dimusnahkan, dibakar, dipancung.
D. Asas – Asas Hukum Islam
Hukum syara’ menurut ulama ushul ialah doktrin (kitab) syari’ yang bersangkutan dengan perbuatan orang-orang mukallaf yang bersangkutan dengan perbuatan orang-orang mukallaf secara perintah atau diperintahkan memilih atau berupa ketetapan (taqrir). Sedangkan menurut ulama fiqh hukum syara ialah efek yang dikehendaki oleh kitab syari’ dalam perbuatan seperti wajib, haram dan mubah .
Syariat menurut bahasa berarti jalan. Syariat menurut istilah berarti hukum-hukum yang diadakan oleh Allah untuk umatNya yang dibawa oleh seorang Nabi, baik hukum yang berhubungan dengan kepercayaan (aqidah) maupun hukum-hukum yang berhubungan dengan amaliyah.
Menurut Prof. Mahmud Syaltout, syariat adalah peraturan yang diciptakan oleh Allah supaya manusia berpegang teguh kepadaNya di dalam perhubungan dengan Tuhan dengan saudaranya sesama Muslim dengan saudaranya sesama manusia, beserta hubungannya dengan alam seluruhnya dan hubungannya dengan kehidupan.
Menurut Muhammad ‘Ali At-Tahanawi dalam kitabnya Kisyaaf Ishthilaahaat al-Funun memberikan pengertian syari’ah mencakup seluruh ajaran Islam, meliputi bidang aqidah, ibadah, akhlaq dan muamallah (kemasyarakatan). Syari’ah disebut juga syara’, millah dan diin.
Hukum Islam berarti keseluruhan ketentuan-ketentuan perintah Allah yang wajib diturut (ditaati) oleh seorang muslim. Dari definisi tersebut syariat meliputi:
- Ilmu Aqoid (keimanan)
- Ilmu Fiqih (pemahan manusia terhadap ketentuan-ketentuan Allah)
- Ilmu Akhlaq ( kesusilaan )
Berdasarkan uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa hukum Islam adalah syariat yang berarti hukum-hukum yang diadakan oleh Allah untuk umat-Nya yang dibawa oleh seorang Nabi, baik hukum yang berhubungan dengan kepercayaan (aqidah) maupun hukum-hukum yang berhubungan dengan amaliyah (perbuatan).
Asas hukum islam adalah suatu kebenaran yang menjadi pokok dasar atau tumpuan Hukum Islam. Macam-macam asas hukum islam adalah sebagai berikut :
1. Adam al-Haraj (Meniadakan Kesukaran)
Dalam menetapkan syariat Islam, al-Quran senantiasa memperhitungkan kemampuan manusia dalam melaksanakannya. Itu diwujudkan dengan mamberikan kemudahan dan kelonggaran (tasamuh wa rukhsah) kepada manusia, agar menerima ketetapan hukum dengan kesanggupan yang dimiliknya.
2. Taqlil Al-taklif (Menyedikitkan pembebanan)
Prinsipkedua ini merupakan langkah prenventif (penanggulangan) terhadap mukallaf dari pengurangan atau penambahan dalam kewajiban agama. Al-Quran tidak memberikan hukum kepada mukallaf agar ia menambahi atau menguranginya, meskipun hal itu mungkin dianggap wajar menurut kacamata sosial. Hal ini berguna memperingan dan menjaga nilai-nilai kemaslahatan manusia pada umumnya, agar tercipta suatu pelaksanaan hukum tanpa didasari parasaan terbebani yang berujung pada kesulitan.
3. Tadarruj fi al-Tasyri’ (Berangsur-angsur dalam pesyariatan)
Hal ini terkait erat dengan prinsip kedua, yakni tidak memberatkan umat. Karena itulah, hukum syariat dalam al-Quran tidak diturunkan secara serta merta dengan format yang final, melainkan secara bertahap, dengan maksud agar umat tidak merasa terkejut dengan syariat yang tiba-tiba. Karenanya, wahyu al-Quran senantiasa turun sesuai dengan kondisi dan realita yang terjadi pada waktu itu.
4. Muthobiqun Li Mashalihil Ummah (Sejalan dengan kemashlahatan ummat)
Manusia adalah obyek dan subyek legislasi hukum al-Quran. Seluruh hukum yang terdapat dalam al-Quran diperuntukkan demi kepentingan dan perbaikan kehidupan umat, baik mengenai jiwa, akal, keturunan, agama, maupun pengelolaan harta benda, sehingga penerapan hukumnya al-Quran senantiasa memperhitungkan lima kemaslahatan, di situlah terdapat syariat Islam.
5. Tahqiqul ‘Adalah (Menghendaki adanya realisasi keadilan)
Persamaan hak di muka adalah salah satu prinsip utama syariat Islam, baik yang berkaitan dengan ibadah atau muamalah. Persamaan hak tersebut tidak hanya berlaku bagi umat Islam, tatapi juga bagi seluruh agama. Mereka diberi hak untuk memutuskan hukum sesuai dengan ajaran masing-masing, kecuali kalau mereka dengan sukarela meminta keputusan hukum sesuai hukum Islam.
sumber : http://kholekjoxzin.blogspot.com/2013/03/asas-asas-dalam-hukum-perdata-hukum.html
No comments:
Post a Comment