cerita tentang kartu prakerja (Nitha, Yohanes, dan Venny)
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pandemi Covid-19 yang terjadi di Indonesia tidak hanya berdampak pada sektor kesehatan, tapi juga tenaga kerja dengan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) yang mencatat 1,7 juta pekerja dirumahkan (PHK) sampai awal Mei 2020. Melihat potensi masalah tersebut, pemerintah akhirnya memodifikasi program pelatihan Kartu Prakerja yang merupakan perwujudan janji kampanye Presiden Joko Widodo (Jokowi) disesuaikan dengan kondisi akibat dampak pandemi.
Setelah diluncurkan pada akhir Maret 2020, pendaftaran program itu resmi dibuka pada April 2020. Menyesuaikan dengan kondisi saat ini, pemanfaat Kartu Prakerja akan mendapat Rp 3,55 juta selama pandemi Covid-19 dengan rincian bantuan pelatihan Rp 1 juta, insentif penuntasan pelatihan Rp 600 ribu per bulan untuk empat bulan serta insentif survei kebekerjaan Rp 150 ribu.
Insentif tersebut menarik perhatian banyak orang dengan 10.4 juta orang telah mendaftar dengan 680 ribu orang resmi menjadi pemanfaat sampai pertengahan Mei 2020, menurut data Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja.
Resianitha adalah satu dari ratusan ribu orang yang berhasil mendapatkan Kartu Prakerja. Staf di sebuah agen travel di Jakarta itu dirumahkan sejak Maret, saat sektor pariwisata menjadi korban pertama terdampak Covid-19.
Hal itu tentu saja berdampak kepada penghasilannya. Di saat itulah, pihak kantor Resianitha memberikan informasi tentang program pemerintah yang bertujuan membantu pekerja. Pendaftarannya diterima di gelombang awal dan setelah melewati rangkaian proses, dana pelatihan pun kemudian turun.
Nitha melihat pelatihan yang diberikan pemerintah itu bukan hanya sebagai pemenuhan syarat untuk mendapatkan insentif. Dia melihat itu sebagai batu pijakan untuk memperdalam kemampuannya. "Yang aku ambil (pelatihan) berhubungan dengan apa yang aku butuhkan. Yang aku ambil tentang bagaimana sukses berjualan lewat media sosial, karena itu mendukung pekerjaanku," kata Nitha.
Nitha merasa puas dengan pelatihan tersebut karena modul yang dia ambil disampaikan rinci dan menyeluruh dan memperkaya pengetahuannya yang dapat digunakan ketika kembali bekerja setelah pandemi.
Kesempatan pelatihan gratis itu, menurut dia, tidak akan dihabiskan langsung dalam satu kali kesempatan. Nitha menyisihkan saldo Kartu Prakerja untuk digunakan dalam pelatihan bahasa asing secara offline. "Ini kesempatan sekali, les bahasa kan mahal ya. Jadi nanti selesai corona, sisa uang pelatihan itu aku rencanakan buat pelatihan bahasa yang offline," kata Nitha.
Hal serupa dinyatakan oleh Yohanes, seorang pelaku UMKM makanan yang harus banting setir menjadi pegawai penuh di sebuah yayasan karena kebutuhan ekonomi. Selain mendapatkan pelatihan di bidang yang digeluti yaitu kuliner dan fotografi, dia juga mendapatkan insentif yang berguna bagi rencananya usai pandemi. "Rencananya setelah pandemi saya mau buka usaha lagi, UMKM di bidang makanan dengan modal dari insentif ini semoga bisa membantu rencana saya," kata Yohanes.
Bukan berarti program ini bebas dari kritik mulai dari permasalahan sistem sampai dengan isi pelatihan yang kurang beragam. Adalah Venny, seorang karyawan swasta yang terkena PHK dari sebuah perusahaan tambang skala kecil di Jakarta pada akhir Maret.
Meski merasakan manfaatnya untuk menambah ilmu, dia merasa masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki oleh manajemen seperti ketiadaan variasi pelatihan yang spesifik dalam bidang tertentu seperti geologi yang ditekuninya. Tidak hanya itu, Venny juga mempertanyakan manajemen yang meloloskan pekerja yang masih memiliki mata pencaharian.
"Yang kita butuhkan itu bekal, baik untuk memulai usaha atau bekerja. Jadi harusnya lebih tepat sasaran yang sangat membutuhkan yaitu orang yang di-PHK dan belum bekerja, bukannya justru meloloskan yang sudah bekerja," ujar Venny.
sumber : https://republika.co.id/berita/qas8av484/nitha-yohanes-dan-venny-bercerita-tentang-kartu-prakerja
No comments:
Post a Comment