Kekhawatiran Publik Mengenai Revisi UU TNI

Melansir CNN, terdapat tiga pasal yang dinilai kontroversial dalam revisi UU TNI. Pertama, pemerintah mengusulkan untuk menambah tiga tugas baru TNI selain perang yaitu, TNI memiliki tugas untuk membantu dan menanggulangi ancaman siber, TNI bisa membantu dan menyelamatkan WNI dan kepentingan nasional di luar negeri, serta TNI memiliki wewenang untuk membantu menangani masalah penyalahgunaan narkotika.

Kedua, perwira TNI aktif dapat menjabat di 16 kementerian/lembaga yang sebelumnya tidak boleh kecuali telah mengundurkan diri atau pensiun sebagai perwira TNI aktif.

Ketiga, Pada RUU ini, ketentuan usia pensiun mengalami perpanjangan. Untuk bintara dan tamtama, usia pensiun menjadi 55 tahun, sementara untuk perwira berkisar antara 58 hingga 62 tahun, tergantung pada pangkatnya. Khusus untuk perwira berpangkat jenderal bintang 4, usia pensiun akan ditetapkan berdasarkan keputusan presiden.



Melansir kompas.com, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras) bersama Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, mencatat mencatat adanya sejumlah kekhawatiran terkait dengan hal ini.

Koordinator Kontras, Dimas Bagus menilai Revisi UU TNI berisiko mengganggu profesionalisme TNI. Hal ini membuka peluang bagi banyak prajurit militer untuk terlibat dalam ranah sipil, situasi ini pernah terjadi pada masa Orde Baru sekitar 32 tahun yang lalu.

Dimas menambahkan hal ini akan memperluas cakupan pelaksanaan operasi militer, tidak hanya terbatas pada perang. Operasi militer lainnya mencakup penanganan ancaman siber, membantu pemerintah dalam melindungi dan menyelamatkan WNI, menjaga kepentingan nasional di luar negeri, serta memberantas peredaran narkoba. Menurutnya, langkah ini justru semakin mempersempit ruang bagi lembaga-lembaga sipil atau aparat penegak hukum yang selama ini menangani ketiga bidang tersebut.

Selain itu, pengesahan dinilai akan membuka jalan bagi kembalinya peran ganda militer atau Dwifungsi ABRI di Indonesia. Dimas mengatakan dwifungsi militer bukan hanya soal keterlibatan militer dalam politik praktis, tetapi juga terkait dengan pelibatan militer dalam tugas-tugas di luar mandat utamanya. Hal ini justru berpotensi menghambat fungsi pokok mereka.

Lebih lanjut, menurut Dimas TNI kerap terlibat dalam bentrokan, kekerasan, hingga pelanggaran HAM saat mengamankan aset digital dan proyek strategis nasional. Jika revisi UU TNI disetujui, potensi terjadinya insiden serupa diperkirakan akan meningkat di Indonesia. Ia menilai, pendekatan keamanan yang digunakan TNI justru akan semakin merugikan masyarakat karena minimnya proses dialog terkait kebijakan pemerintah. Ia pun mengatakan dengan disahkannya revisi UU TNI akan semakin melemahkan prinsip demokrasi yang seharusnya menjunjung tinggi supremasi sipil.

Tag:https://umj.ac.id/